10 zhulhijah1438 H
_Taqabbalallahu minna wa minkum_
_Barakallahu Fiikum_
Mengulas kembali Tuntunan
IDUL ADHA
Hari raya Islam disebut “Id” karena pada hari itu Allah SWT mempunyai kebaikan dan kemurahan yang kembali berulang-ulang dan dianugerahkan kepada makhluk-Nya setiap tahun yang membawa kegembiraan dan kepuasan.
Kata “Id” selalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan ‘hari raya’, menurut etimologinya bermakna al-mausim (musim), disebut demikian karena setiap tahun berulang.
Idul Adha disebut juga sebagai Idul Qurban, sebab pada hari raya Idul Adha ini umat Islam dianjurkan menyembelih hewan kurban.
Sementara, disebut Idul Fitri karena pada hari itu orang-orang Islam yang berpuasa Ramadhan berbuka (iftar), tidak lagi berpuasa seperti hari-hari sebelumnya selama Ramadlan. Hari raya Idul Fitri ini dirayakan dengan melaksanakan shalat Idul Fitri secara berjamaah. Ibadah ini disyariatkan pada tahun pertama Nabi saw sampai di Madinah.
Sebagaimana pada hari raya Idul Fitri, pada hari raya Idul Adha, umat Islam disunnahkan untuk melakukan salat Id. Hal ini dituntunkan oleh banyak hadis Nabi, diantaranya adalah hadis berikut:
Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar melakukan shalat dua hari raya sebelum khutbah dilaksanakan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Waktu dan Tempat Shalat Id (Idul Fitri dan Adha)
Waktu shalat ‘Id dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan:
“Nabi SAW biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha”. (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-‘Ibad, 1:425).
Tujuan shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur waktunya, bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri (Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm. 201)
Tempat pelaksanaan shalat ‘Id lebih utama (afdhal) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur (halangan) seperti hujan. Hal ini sesuai dengan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri sebagai berikut:
Rasulullah saw biasa keluar pada hari raya Fitri dan Adha menuju tanah lapang. (HR. Al-Bukhari)
An -Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim, III: 280:
“Hadis Abu Sa’id al-Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘Id sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhal (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktikkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun bagi penduduk Makkah, sejak masa silam shalat ‘Id selalu dilakukan di Masjidil
Haram.”
Pelaksanaan Shalat ‘Id
• Dilaksanakan 2 (dua) raka’at, tidak ada Shalat Sunnah Qabliyah ‘Id dan Ba’diyah ‘Id.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Bahwasanya Rasulullah Saw keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fitri, lalu mengerjakan shalat ‘Id dua raka’at, beliau tidak mengerjakan shalat qabliyah maupun ba’diyah ‘Id. (HR. Muslim)
‘Id sebelum khutbah.(HR. Muslim)
Setelah melaksanakan shalat ‘Id, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘Id dengan sekali khutbah (karena khutbah ‘Id hanya satu khutbah, maka tidak ada duduk di antara dua khutbah). Nabi Saw memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.
Diriwayatkan dari Jabir ia berkata Rasulullah saw berkhutbah di hadapan manusia memuji Allah dan memujinya kemudian bersabda: Siapa saja yang mendapat petunjuk dari Allah maka tidak ada yang menyesatkannya, dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk. (HR. Muslim)
Kemudian diakhiri dengan doa, dengan mengangkat jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana pada khutbah Jumu’ah.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’din ia berkata: Tidak pernah sama sekali aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya berdoa di atas mimbar tidak pula di atas lainnya, namun aku melihat beliau mengisyaratkan telunjuknya dan menggenggam jari tengah dan ibu jari. (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, III: 210