Halo sahabat chemist. Pernah tidak sih kalian melihat beberapa orang yang aktif sekali membeli barang dan sebenarnya tidak terlalu mereka butuh? atau bertemu dengan seseorang yang suka menimbun barang-barang yang tidak terpakai? atau justru kalian pernah merasakan sulit untuk membuang barang-barang tersebut hingga menjadi timbunan sampah? jika pernah, perilaku tersebut disebabkan oleh gangguan psikologis yang disebut Hoarding Disorder. Penderita seringkali menimbun barang yang sudah tidak terpakai hingga menjadi timbunan sampah dengan jumlah barang yang tidak terkendali.
Apa itu Hoarding Disorder? menurut International Obsessive Compulsive Disorder Foundation (IOCDF), Hoarding Disorder merupakan suatu gangguan di mana orang tersebut memiliki kesulitan dalam menyingkirkan barang-barang yang tidak lagi berguna (Rodriguez, 2021), hal ini mereka lakukan karena kecemasan dan ketakutan akan terjadi suatu hal yang buruk bila barang tersebut dibuang atau diberikan kepada orang lain. Hoarder (penderita Hoarding Disorder) akan memiliki barang dengan jumlah yang banyak dan menyimpannya secara berantakan sehingga menyebabkan menjadi tumpukan yang sulit di rapikan seperti timbunan sampah. Hoarding disorder ditandai dengan rasa gelisah yang berlebihan karena tingginya keinginan hoarder untuk menyimpan barang yang sudah tidak dapat digunakan kembali.
Hoarding disorder bukanlah penyakit yang berbahaya. Namun, dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup, mengalami stres, merasa malu, lingkungan tidak sehat, dan akan mengganggu aktivitas sehari-harinya. Terbatasnya informasi mengenai hoarding disorder pada masyarakat menyebabkan kurangnya pengetahuan akan perilaku ini, sehingga masyarakat menganggap bahwa perilaku ini merupakan hal yang wajar.
Tingkat hoarding disorder bervariasi dari ringan hingga berat. Pada kondisi hoarding disorder berat, seseorang akan menumpuk barangnya dengan jumlah banyak hingga mempersempit ruang gerak tempat tinggal dan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Banyak hoarder menyadari bahwa dirinya memiliki masalah tetapi enggan mencari bantuan, hal ini dikarenakan mereka merasa malu dengan hal yang terjadi pada dirinya yang diakibatkan oleh persepsi masyarakat mengenai gangguan psikologis yang kurang baik. Jika gangguan ini dibiarkan berlanjut tanpa dapat penanganan, maka dapat membuat hoarder akan menutup diri dari kehidupan sosial dan tidak mengetahui bagaimana cara menghentikan kebiasaannya itu. Sehingga, hoarder memerlukan penanganan yang tepat yaa sahabat chemist.
Pada tahun 2013 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders of the American Psychiatric Association edisi ke-5 (DSM-5), mengklasifikasikan hoarding disorder termasuk dalam kategori Gangguan Obsessive – Compulsive dan terkait Obsessive-Compulsive and Related Disorder (OCRD) bersama dengan trichotillomania, gangguan ekskoriasi, dan gangguan dismorfik tubuh (G.S.Chasson, et al., 2017). Dikutip dari Sciencedirect, diperkirakan 2-5% orang dewasa yang terdiagnosis Hoarding Disorder (English, et al., 2016). Menurut Jurnal “Pathophysiology and Treatment of Hoarding Disorder” pada aspek budaya, studi transkultural di negara Timur dan Barat menunjukkan bahwa hoarding disorder ada dan hadir dengan fenomenologi serupa pada negara yang diteliti yaitu Inggris, Spanyol, Jepang, dan Brasil (Nakao & Kanba, 2019). Perkiraan penimbunan yang dikutip dari jurnal “The Etiology of Hoarding Disorder: A Review” pada masyarakat bervariasi dari 2.3% di Inggris dan 5.8% di Jerman (Dozier & Ayers, 2017).
Kasus terkenal hoarding disorder yang terjadi di Indonesia pada tahun 2020 adalah penghuni kamar kost yang menyimpan banyak barang yang sudah tidak dapat digunakan, seakan akan seperti timbunan sampah. Unggahan mengenai seseorang penderita hoarding disorder ini viral pada platform twitter dengan akun @ksiezyc26 dan tiktok pada kasus yang berbeda. Dikutip melalui CNN Indonesia yang melakukan wawancara kepada Alina di Jakarta, Alina memiliki teman kost yang memiliki gangguan psikologis ini yang menyebabkan terganggunya dia dan teman-teman kamar kost lainnya akibat serangga yang terdapat di kamar kost hoarder juga pindah ke kamar kost lainnya. Kegiatan yang dilakukan oleh penderita hoarding disorder ini menyebabkan terganggunya lingkungan sekitar yang ikut terkena dampak akibat timbunan barang yang akan menyebabkan aroma tidak enak dan mengundang serangga.
Penderita hoarding disorder memiliki tanda atau gejala tertentu. Untuk itu kita harus mengetahui gejala-gejalanya. Apa saja gejala-gejala hoarding disorder? berikut merupakan gejala-gejala seseorang yang mengidap hoarding disorder:
Membeli barang yang tidak dibutuhkan
Menyimpan barang yang sudah tidak dapat digunakan dalam jumlah berlebihan
Kesulitan mengatur barang dan membuat keputusan untuk membuang barang
Stres berlebihan karena membuang barang
Kewalahan dan malu dengan barang-barang miliknya
Sensitif dan curiga terhadap orang lain jika menyentuh atau memindahkan barangnya
Kualitas hidup yang buruk
Hubungan yang buruk dengan keluarga dan teman karena mengisolasi diri dari lingkungannya.
Cenderung perfeksionis, sering menghindar dan menunda
Meski dikategorikan sebagai gangguan mental serius, namun bukan berarti hoarding disorder tidak bisa diatasi. Bila mengetahui seseorang mengalami hoarding disorder, maka sarankan seseorang tersebut untuk melakukan 3 alternatif berikut:
Memilah Barang yang Harus Dibuang dan Disimpan
Memang tidak bisa menjamin 100 persen cara ini akan efektif, namun cara ini yang paling gampang dilakukan. Dengan cara pengalihan pola pikir terhadap barang-barang yang disimpan, barang mana yang mempunyai nilai kemanfaatan pada masa depan dengan barang yang disfungsional.
Kenali Thrift Shop atau Tempat Menjual Barang Bekas/Second
Karena mereka meyakini bahwa barang-barang yang dikumpulkan itu punya nilai atau cita rasa keindahan, sehingga tidak rela membuang begitu saja barang-barang yang sudah mereka beli atau koleksi selama ini. Apalagi jika ditaksir, harganya mencapai jutaan. Nah, cara menyiasati penderita hoarding disorder seperti ini adalah dengan mengenalkan beberapa thrift shop atau tempat untuk menjual barang bekas/second milik mereka. Belakangan ini banyak thrift shop muncul di sosial media, apabila tumpukan barang tak terpakai maka akan lebih gampang untuk dijual. Coba saja diberikan berapa estimasi keuntungan si hoarder apabila bersedia menjual beberapa barangnya yang tidak terpakai tersebut. Yaa, menurut pengalaman pribadi akan lebih mudah membuat para hoarder tergiur apabila dikaitkan dengan uang.
Mencari Bantuan Psikiater
Pada tahun 2013, gangguan hoarding disorder dikategorikan sebagai gangguan mental serius oleh asosiasi psikiater Amerika dalam DSM-5. Penderita harus mendapatkan treatment tertentu untuk bisa sembuh. Salah satu terapi untuk mengatasi masalah pembelian kompulsif adalah cognitive behavior therapy. Dengan demikian, obsesi yang dimiliki pembelian kompulsif dalam pembelian repetitif juga dapat dikurangi dengan menggunakan cognitive behavior therapy. Melalui cognitive behavior therapy maka pola perilaku membeli kompulsif diubah dengan mengubah cara berpikir yang salah dari perasaan yang dialami dan memunculkan perilaku baru yang dapat menggantikan perilaku yang lama (Mitchell, et al., 2006).
Itulah sedikit penjelasan mengenai Hoarding Disorder. Dari uraian di atas, sahabat chemist kalian tak boleh self-diagnosed yaa. Terpenting, kita sadari sebetulnya mengoleksi barang yang tidak ada urgensi itu sangatlah tidak bermanfaat. Hal ini juga ditegaskan dalam hadits shahih dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi S.A.W beliau mengatakan “Di antara kebaikan islam seseorang ialah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (H.R Tirmidzi). Semoga bermanfaat. Sampai jumpa di next artikel ya sahabat chemist 😊
Referensi:
Dozier, M. E. & Ayers, C. R., 2017. The Etiology of Hoarding Disorder: A Review. Psychopathology, 50(5). https://doi.org/10.1159/000479235.
English, C., Tyagi, H. & L.M.Drummond, 2016. The Development of The Hoard Questionnaire: A Screening Instrument for Hoarding Disorder. European Neuropsychopharmacology, 26(5). https://doi.org/10.1016/j.euroneuro.2015.06.033
G.S.Chasson, H.Weingarden & S.Wilhelm, 2017. Obsessive-Compulsive Disorder. Reference Collection in Neuroscience and Biobehavioral Psychology. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-809324-5.00712-4.
Mitchell, J. E. et al., 2006. Cognitive behavioral therapy for compulsive buying disorder. Behaviour Research and Therapy, 44 (12). https://doi.org/10.1016/j.brat.2005.12.009.
Nakao, T. & Kanba, S., 2019. Pathophysiology and treatment of hoarding disorder. Psychiatry Clin Neurosci, 73(7). https://doi.org/10.1111/pcn.12853.
Rodriguez, C., 2021. About Hoarding. International OCD Foundation.