5 Kategori Obat Antidepresan dan Efek Sampingnya

 

Aloha readers apa kabar nih kalian di masa pandemi ini? Semoga kalian sehat selalu ya! Di masa pandemi sekarang ini memang tidak bisa dipungkiri lagi bagaimana kerasnya kita sama-sama berjuang melawan Covid-19 yang ganas. Sudah cukup banyak kehilangan dari saudara-saudara kita di seluruh penjuru dunia dikarenakan angka kematian yang terus melonjak akibat pandemi Covid-19. Tentunya kita juga geram dan kesal akan kondisi saat ini. Mulai dari adanya PSBB hingga beralih ke PPKM Jawa-Bali yang langsung berimbas pada ekonomi masyarakat Indonesia, penutupan pembelajaran tatap muka yang berakibat pada siswa/mahasiswa yang membutuhkan pembelajaran secara langsung, dan penutupan tempat ibadah. Semua ini memiliki dampak terhadap berbagai aspek. Mulai dari aspek ekonomi, politik, sosial, hingga berdampak terhadap psikologis seseorang.

Dalam sebuah survei yang dikutip oleh Liu dkk (2020) menunjukkan bahwa tingkat prevalensi orang yang mengalami depresi akibat pandemi Covid-19 di Cina sebesar 50,7%. Sedangkan, di Indonesia tingkat prevalensi orang yang mengalami depresi lebih tinggi dari Cina yaitu sebesar 57,6% (Nathaniel, 2021). Tingkat prevalensi yang tinggi ini disebabkan banyaknya tekanan dan masalah yang dihadapi pada masa pandemi yang menyebabkan seseorang mengalami depresi dan akhirnya memilih mengkonsumsi obat depresi (antidepresan) yang mereka anggap akan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Obat ini sering dipakai seseorang yang merasa dirinya perlu mengkonsumsinya, bahkan orang tersebut belum mengetahui apakah butuh atau hanya ingin menenangkan diri sejenak. Tanpa adanya diagnosis pasti dari medis tentu kita tidak boleh sembarang mengkonsumsi obat, terlebih jika obat ini memiliki dosis atau aturan tersendiri.

Dilansir dari The World Health Organization (WHO), kesehatan mental merupakan kondisi di mana seseorang menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat mengatasi tekanan kehidupan dengan normal, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Seseorang yang sehat secara mental akan dapat menjalankan hidupnya secara normal khususnya saat menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidupnya dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres yang dimiliki (Putri dkk, 2015).

Kesehatan mental sangatlah penting dan harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Hal itu dikarenakan kesehatan mental dan fisik saling mempengaruhi satu sama lain. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk .

Seseorang yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan beberapa gejala baik fisik, psikis dan gejala sosial seperti marah atau kesal, kurang percaya diri, sulit untuk berkonsentrasi, bahkan bisa kehilangan daya tahan tubuh pada orang yang mengalami depresi. Seseorang bisa dikatakan depresi apabila aktivitas fisik yang biasa dilakukan menurun, berpikir sangat lambat dan di ikuti dengan seringnya terjadi perubahan suasana hati. Seseorang yang mengalami depresi akan cenderung berpikir negatif terhadap dirinya sendiri maupun realita yang ada. Selain itu orang yang depresi sering merasa putus harapan, sedih dan merasa dirinya tidak berharga lagi (Desvianto, 2013).

( Sumber : https://images.app.goo.gl/myBEw6PEePWpDony6 )

Obat depresi secara umum bekerja untuk menyeimbangkan senyawa kimia alami di dalam otak yang disebut neurotransmiter, sehingga bisa meredakan keluhan dan membantu memperbaiki suasana hati dan emosi manusia. Selain sebagai obat depresi, antidepresan juga dapat dipakai untuk pengobatan lainnya.

Jenis obat depresi yang biasa dijumpai ini memiliki cara kerja dan efek samping yang cukup berbeda.

1. Antidepresan Trisiklik (TCAs)

Merupakan golongan antidepresan jenis pertama kali yang dikembangkan. Mekanisme kerja dari obat golongan ini adalah menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti serotonin dan dopamin dalam otak. Obat ini jarang direkomendasikan karena efek samping yang ditimbulkannya.

Efek sampingnya berupa, aritmia, blokade jantung, mulut kering, pandangan kabur, mudah berkeringat dsb.

Contoh obat golongan TCAs adalah:

  • Amitriptyline
  • Doxepin
  • Clomipramine

2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)

Serotonin adalah neurotransmiter yang berhubungan dengan perasaan sehat dan bahagia. SSRIs digunakan untuk mengobati depresi sedang sampai berat. SSRIs bekerja menghambat atau memblokir kembali serotonin secara selektif sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi serotonin yang dapat meningkatkan mood dan ketertarikan seseorang. Obat ini digunakan dengan anjuran dokter pada pasien tertentu. Efek sampingnya berupa, gangguan pencernaan, gugup, halusinasi, mengantuk, anoreksia dsb.

Contoh obat-obatan dalam jenis ini adalah :

  • escitalopram
  • fluoxetine
  • paroxetine
  • sertraline
  • citalopram

3. Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)

Sama halnya dengan SSRIs, jenis obat antidepresan ini bekerja untuk menghambat terserapnya kembali norepinefrin dan serotonin oleh sel saraf. Hal ini juga menguntungkan bagi orang-orang dengan latar belakang psikomotorik (perkembangan gerakan dan pikiran fisik yang terhambat). Efek sampingnya berupa, gangguan pencernaan, insomnia, gelisah, masalah seksual, sembelit, keringat berlebih dsb.

Contoh obat jenis SNRIs adalah:

  • Duloxetine
  • Venlafaxine
  • Desvenlafaxine reboxetine
  • Milnacipran
  • Levomilnacipran

4. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)

Golongan ini merupakan yang pertama dikembangkan untuk antidepresan pada tahun 1950-an. Bekerja dengan cara menghambat aksi enzim yaitu monoamine oksidase yang dapat menghancurkan serotonin, epinefrin, dan dopamine.

Efek sampingnya berupa, pening, perubahan tekanan darah, penglihatan kabur, kenaikan berat badan dsb.

Contoh obat golongan MAOIs adalah:

  • Isocarboxazid
  • Phenelzine
  • Tranylcypromine
  • Selegiline

5. Antidepresan Atpikal

Golongan antidepresan ini masih tergolong baru. Contoh jenis obat ini yaitu Mirtazapine. Obat ini di indikasikan untuk pengobatan gangguan depresi mayor (MDD) dan gejala yang terkait. Selain digunakan untuk pengobatan depresi berat, obat ini juga dapat digunakan untuk insomnia dan meningkatkan nafsu makan. Efek sampingnya berupa meningkatnya rasa kantuk dan nafsu makan, mulut kering, sembelit dsb.

Sebenarnya untuk mengatasi depresi atau gangguan mental lainnya tidak harus dengan cara mengkonsumsi obat-obatan. Terapi bisa menjadi opsi pengobatan depresi, di sini kita akan lebih merilekskan tubuh dan berpikir jenih. Terapi psikologi ini bisa dilakukan dengan seorang psikolog. Professional medis ini akan dapat membantu pasien untuk bertahan dengan mental positif dan membangunkan gairah untuk tetap hidup. Kegiatannya pun cukup beragam lho! Mulai dari bincang-bincang santai, terapi humor, hingga terapi kognitif yang dilakukan para psikolog. Depresi juga dapat ditangani dengan perubahan pola hidup sehat. Pada dasarnya orang yang rajin berolahraga, mengatur pola makannya dengan baik, selalu memiliki pikiran positif, dan disertai berdoa akan bisa mengendalikan emosi mereka (Dirgayunita, 2016).

So guys udah tau kan begitu pentingnya kesehatan mental kita. Bukan hanya di masa pandemi ini saja tapi juga kita harus selalu menjaga mental kita agar tetap stabil ya! Jika kalian kenal seseorang atau sedang mengalami keadaan mental yang tidak stabil, segera ambil tindakan yang tepat. Konsultasi pada orang terdekat dan jangan asal mendiagnosis diri sendiri, serta hubungi medis bila diperlukan. Stay healthy stay positive.

REFERENSI

 

Dirgayunita, A. (2016). Depresi: Ciri, Penyebab dan Penangannya. Journal An-nafs: Kajian dan    Penelitian Psikologi . Volume 1 No 1. hlm 9-11.

Putri, Adisty W. Budhi Wibhawa., Arie Surya Gutama. 2015. Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan Mental). Universitas Diponegoro. Volume 2 Nomor 2

Desvianto, Sofyan. 2013. Study Fenomenologi : Proses Pembentukan Persepsi Mantan Pasien Depresi Di Rumah Pemulihan Soteria. Jurnal E-Komunikasi. Volume 1 Nomor 3. hlm. 105-113

Kemal Al Fajar. 2018. Kupas Tuntas Depresi Psikosis, Jenis Depresi yang Dibarengi Gejala Waham https://hellosehat.com/mental/gangguan-mood/depresi-psikosis-gejala-waham/  diakses tanggal 14 Juli 2021

Arif Putra. 2019. 5 Jenis Obat Antidepresan Untuk Pengobatan Anti Depresi. https://www.sehatq.com/artikel/beberapa-golongan-antidepresan-untuk-pengobatan-depresi  diakses tanggal 14 Juli 2021

Hanida, W. Pendekatan Klinis dan Manajemen Depresi.Divisi Psikosomatik FK USU:Medan DrugBank Online (diakses tanggal 14 Juli 2021)

Ahmed MZ, Ahmed O, Aibao Z, Hanbin S, Siyu L, Ahmad A. Epidemic of COVID-19 in China and associated Psychological Problems. Asian J Psychiatr [Internet]. 2020;51(March):102092. https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102092

Nathaniel, T. 2021. Hubungan antara status sosial (mahasiswa dan pekerja) dengan kejadian depresi akibat dampak pandemi covid-19 di Indonesia. Universitas Pelita Harapan (diakses tanggal 14 Juli 2021)

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *